Pernah di sebuah bangku taman kita duduk berdampingan sembari memandangi lapang rerumputan dan luwesnya air pancuran. Sore itu aku yang mengajakmu ke taman. Aku bilang, “Ajak aku ke suatu tempat. Ada yang ingin aku bicarakan.” Lalu kamu bilang, “Terserah kamu mau ke mana, ke ujung dunia aku antarkan.” Aku hanya berdebar, tetapi tak kuasa berkomentar. Lalu terjadi perbincangan antara kita yang entah. Aku ingin segera menyelesaikannya dan cepat-cepat kembali ke rumah. Aku tak ingin menangis di depanmu, lagi. Aku juga tak ingin melihatmu menangis di depanku, pertama kali. Bukan tangis separuh-separuh yang kita butuh, bukan pula genangan air mata. Yang kita butuh adalah jeda. Sungguh aku telah sampai di puncak kelelahan. Kamulah yang aku pikir tepat untuk aku keluhkan. Meski aku tahu kamu tidak suka pengeluh, tetapi aku butuh mengeluh. Dan ternyata, tetap hanya aku yang menangis, terisak-isak sampai sesak. Sementara kamu masih saja diam dan terus memendam. Perbincangan uta...