Skip to main content

Maaf(kan), Aku atau Mereka?

Lagi, untuk kesekian juta kali aku mengucap maaf
untuk kesalahan yang dulu, belum lama kemarin, beberapa bulan lalu, satu minggu yang lalu, hari ini, dan juga untuk kesalahan esok yang belum direncanakan
tapi sebenarnya, perlukah aku mengatakannya lagi, berulang-ulang
dengan tidak berhenti meminta maaf tetapi aku juga tidak berhenti menyakitimu
Kamu tidak salah“, setiap kali aku meminta maaf, tapi tiap kali itu pula kamu terluka..
kalau hatiku batu, tentu saja aku akan bilang “Aku memang tidak bersalah, kamu saja terlalu lemah
aku sebenarnya lelah, katanya salah, maka minta maaf, bersalah lagi, lalu minta maaf lagi
karena bukan berarti aku tidak pernah terluka dalam kisah kita yang belum pernah ada awal dan sudah tentu belum ada akhirnya ini..
kalau aku dan kamu saja tidak ada yang tahu pasti, siapa yang sebenarnya benar-benar bersalah dan siapa yang benar-benar terluka
mengapa mereka di luar sana sudah beraninya menghakimi aku,
bukankah mereka yang harusnya meminta maaf pada kita?
*sekedar penyegaran otak, masihkah ingatan setajam pisau di dapur..? hihihi :)
  
29 July 2011 | 04:35


rewrite dari akun kompasiana.dewantinurcahyani.com

Comments

Popular posts from this blog

Petang Selanjutnya Tidak Pernah Datang

Petang itu semua seakan berhenti dan seakan-akan memang dipaksa untuk berhenti aku kehilangan dirinya, jangankan wujud nyatanya, sekelebat bayangnya pun tidak ku temukan biasanya ia muncul pada petang tanpa diundang lewat sebuah pesan dengan senyum dan sapa khas, hanya ia yang punya kami biasa membuat janji di sebuah tempat yang banyak orang lalu lalang, tempat pedagang menjajakan dagangannya, tempat muda mudi bercengkrama sembari melepas tawa pada sebuah petang dan selalu begitu pada beberapa petang selanjutnya tapi petang itu, menjadi petang teakhir kami menghabiskan waktu seakan semua yang lalu tidak pernah ada kami beku, kaku.. kolam ikan dan pohon jambu jadi saksi bisu kami tidak bisa bicara seleluasa biasanya hati rasanya ngilu setelah itu, petang selanjutnya ia tidak pernah datang menemuiku. 27 July 2011 | 17:03 re-write dari akun kompasiana.dewantinurcahyani.com

Kesunyian Diam

Hujan Bulan Juni - Sapardi Djoko Damono Entah akan sampai kapan, bahkan kini sudah tiba di bulan Juni Perempuan itu terus berunding dengan perasaannya sendiri Masih tawar-menawar takdir yang mungkin masih berstatus nasib Ia terus mengirim pesan dan meninggalkan beberapa panggilan padamu Sementara jauh di sana kamu hanya berupa sepi Tak jarang perempuan itu menghaturkan doa Pikirnya, itu cara merengkuhmu dari jauh Namun justru semakin menjebaknya dalam lengang Hingga saat ini ia masih tetap memendam dalam Apa tak jua kamu rasa ia berharap? Perempuan itu meratap, harap-harap cemas Wajahnya murung lebih gelap dari mendung Menunggu, menjaga, menanti balasan darimu Hatinya terlunta, tapi lidahnya kelu Namun, ia tak juga mampu untuk satu hal itu "Aku mencintaimu", kalimat yang hanya mampu berkecamuk dalam hatinya Ketika sampai di kerongkongan, yang keluar hanya parau Tak pelak, kalimat itu berubah menjadi tangis Memecah kesunyian di dini hari yang abadi. ...