Petang itu semua seakan berhenti
dan seakan-akan memang dipaksa untuk berhenti
aku kehilangan dirinya,
jangankan wujud nyatanya, sekelebat bayangnya pun tidak ku temukan
biasanya ia muncul pada petang tanpa diundang
lewat sebuah pesan dengan senyum dan sapa khas, hanya ia yang punya
kami biasa membuat janji di sebuah tempat yang banyak orang lalu lalang, tempat pedagang menjajakan dagangannya, tempat muda mudi bercengkrama sembari melepas tawa pada sebuah petang dan selalu begitu pada beberapa petang selanjutnya
tapi petang itu, menjadi petang teakhir kami menghabiskan waktu
seakan semua yang lalu tidak pernah ada
kami beku, kaku..
kolam ikan dan pohon jambu jadi saksi bisu
kami tidak bisa bicara seleluasa biasanya
hati rasanya ngilu
setelah itu, petang selanjutnya ia tidak pernah datang menemuiku.
dan seakan-akan memang dipaksa untuk berhenti
aku kehilangan dirinya,
jangankan wujud nyatanya, sekelebat bayangnya pun tidak ku temukan
biasanya ia muncul pada petang tanpa diundang
lewat sebuah pesan dengan senyum dan sapa khas, hanya ia yang punya
kami biasa membuat janji di sebuah tempat yang banyak orang lalu lalang, tempat pedagang menjajakan dagangannya, tempat muda mudi bercengkrama sembari melepas tawa pada sebuah petang dan selalu begitu pada beberapa petang selanjutnya
tapi petang itu, menjadi petang teakhir kami menghabiskan waktu
seakan semua yang lalu tidak pernah ada
kami beku, kaku..
kolam ikan dan pohon jambu jadi saksi bisu
kami tidak bisa bicara seleluasa biasanya
hati rasanya ngilu
setelah itu, petang selanjutnya ia tidak pernah datang menemuiku.
27 July 2011 | 17:03
re-write dari akun kompasiana.dewantinurcahyani.com
Comments
Post a Comment