Skip to main content

Tidak Mau(nya) Tidak

Dahulu kamu, kini (masih) kamu
Harusnya kenangan masa lalu itu membatu
Harusnya kamu hanya sebutir debu yang tinggal disapu
Harusnya seperti itu, mauku!!!
Namun keadaan nyata memaksa untuk mau tidak mau
Sehingga peristiwa berulang beberapa kali waktu
Beberapa kali kamu hilang
Beberapa kali kamu datang
Beberapa kali kamu terbang
Beberapa kali kamu pulang
Beberapa kali berulang tanpa diundang
Meski dalam logika kumenolak, kepada perasaanku kian mendesak
Bagaimana lagi caraku untuk mengelak???
Sedang di sepanjang jalan yang telah kita lalui, terlalu banyak jejak kita berserak
Tidak namun iya, kenyataannya kamu (masih) menang telak!!!

*bukan hanya soal mau-tidak mau, logika-perasaan, menang-kalah, dll.. Ini soal.. hmm...
  Selamat berkarya apa pun rasanya!!! hihihi ;p
Depok, tengah pagi
06 June 2013 | 02:27


re-write dari akun kompasiana.dewantinurcahyani.com :)

Comments

Popular posts from this blog

Petang Selanjutnya Tidak Pernah Datang

Petang itu semua seakan berhenti dan seakan-akan memang dipaksa untuk berhenti aku kehilangan dirinya, jangankan wujud nyatanya, sekelebat bayangnya pun tidak ku temukan biasanya ia muncul pada petang tanpa diundang lewat sebuah pesan dengan senyum dan sapa khas, hanya ia yang punya kami biasa membuat janji di sebuah tempat yang banyak orang lalu lalang, tempat pedagang menjajakan dagangannya, tempat muda mudi bercengkrama sembari melepas tawa pada sebuah petang dan selalu begitu pada beberapa petang selanjutnya tapi petang itu, menjadi petang teakhir kami menghabiskan waktu seakan semua yang lalu tidak pernah ada kami beku, kaku.. kolam ikan dan pohon jambu jadi saksi bisu kami tidak bisa bicara seleluasa biasanya hati rasanya ngilu setelah itu, petang selanjutnya ia tidak pernah datang menemuiku. 27 July 2011 | 17:03 re-write dari akun kompasiana.dewantinurcahyani.com

Kesunyian Diam

Hujan Bulan Juni - Sapardi Djoko Damono Entah akan sampai kapan, bahkan kini sudah tiba di bulan Juni Perempuan itu terus berunding dengan perasaannya sendiri Masih tawar-menawar takdir yang mungkin masih berstatus nasib Ia terus mengirim pesan dan meninggalkan beberapa panggilan padamu Sementara jauh di sana kamu hanya berupa sepi Tak jarang perempuan itu menghaturkan doa Pikirnya, itu cara merengkuhmu dari jauh Namun justru semakin menjebaknya dalam lengang Hingga saat ini ia masih tetap memendam dalam Apa tak jua kamu rasa ia berharap? Perempuan itu meratap, harap-harap cemas Wajahnya murung lebih gelap dari mendung Menunggu, menjaga, menanti balasan darimu Hatinya terlunta, tapi lidahnya kelu Namun, ia tak juga mampu untuk satu hal itu "Aku mencintaimu", kalimat yang hanya mampu berkecamuk dalam hatinya Ketika sampai di kerongkongan, yang keluar hanya parau Tak pelak, kalimat itu berubah menjadi tangis Memecah kesunyian di dini hari yang abadi. ...